Sunday, 18 December 2011

LIPONSOS Mengajarkan Saya Pentingnya Bersyukur


Surabaya, 6 Desember 2011
Ada yang berbeda dengan mata kuliah Keterampilan Interpersonale saat itu. Kuliah outdoor yang biasanya diadakan di garden SI, kali ini diadakan pada sebuah lembaga sosial di daerah Keputih. Tujuan dari kegiatan ini adalah menumbuhkan rasa empati terhadap lingkungan sekitar.
Ada apa saja di LIPONSOS?? Ini dia liputannya.

Sore yang mendung dan hujan rintik-rintik mengiringi perjalanan saya menuju sebuah lembaga sosial yang menampung gelandangan, anak-anak yatim, sampai lansia sebelum disalurkan ke panti-panti. Suasana hati yang tidak keruan juga hadir disepanjang perjalanan saya saat itu. Bagaimana tidak, hari itu pertama kalinya saya mengunjungi orang-orang yang hidupnya kurang beruntung.
Setelah sampai di tempat tujuan, saya dikejutkan oleh pemandangan sekitar. Ibu-ibu tua yang mencuci setumpuk piring sendirian, dan banyak remaja-remaja dengan penampilan kumal .
Tak lama kemudian beberapa diantara penghuni lembaga sosial tersebut memasuki ruangan besar, atau layak disebut aula tempat kami mengadakan pembelajaran. Setiap tim kebagian beberapa penghuni liponsos untuk diwawancarai. Namun sebelum proses sharing-sharing, diadakan sebuah permainan lempar bola dengan tujuan agar kenal satu-sama lain, minimal tahu siapa orang yang akan kami jajk mengobrol nantinya. Setelah selesai berkenalan, kemudian dibagi menjadi kelompok-kelompok lebih kecil lagi yaitu setiap 7 orang mewawancarai seorang narasumber.

Sampai ada yang menangis saat sharing

Nah, saya kebagian sharing dengan seorang ibu. Beliau bernama Bu Sumiati yang berasal dari Madura. Ibu tiga anak itu bisa sampai menjadi penghuni liponsos karena salah ciduk.
“Saya awalnya pembantu rumah tangga. Tapi tertangkap satpol PP saat membeli susuatu disebuah toko.”
Begitu ungkap Bu Sumiati. Walaupun banyak penghuni liponsos yang krasan menetap disitu, namun Ibu Sumiati mengaku rindu sekali dengan keluarganya di Madura dan ingin segera pulang. Beliau tidak dapat menghubungi keluarganya karena baik dari pihaknya maupun pihak keluarganya sama-sama tidak mempunyai telepon yang bisa dihubungi, sedangkan untuk mengirim surat ke alamat rumah, Bu Sumiati mengaku bahwa beliau tidak bisa menulis alias buta huruf.
Yang membuat saya terharu adalah upah Bu Sumiati dari hasil pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari. Jadi di tempat penampungan itu, ada beberapa pekerjaan yang bisa dilakukan penghuninya, kemudian pihak pengelola memberikan imbalan uang. Nah, Bu Sumiati ini setiap hari bekerja sebagai tukang cuci piring. Yang membuat saya kaget, upah yang diterima hanya sepuluh ribu rupiah per bulan. Bayangkan, teman-teman, PER BULAN Rp10.000. Sementara uang saku saya sehari lebih dari penghasilan bu Sumiati perbulan saja saya masih sering mengeluh tak cukup.
Hal itu seakan menampar saya pada kenyataan hidup yang sebenarnya cukup pahit untuk sebagian orang. Dan sebenarnya esensi hidup ini adalah rasa syukur. Sekaya apapun kita, jika tidak bersyukur pasti akan tetap merasa kekurangan. Sebaliknya, semiskin apapun kita, jika rajin bersyukur pasti akan merasa cukup. Acara sehari itu begitu menyadarkan saya akan arti sebuah nikmat yang diberikan oleh Allah.
Kunjungan ke LIPONSOS itu ditutup dengan beberapa hiburan nyanyian yang teman-teman mahasiswa persembahkan untuk penghuni di sana. Semoga mereka mendapat kehidupan lebih layak setelah ini. agar kebahagiaan yang saya rasakan, juga bisa mereka rasakan.

2 comments: