Pria maskulin itu berdiri
mematung di depan belasan boneka. Tangannya bertopang dagu. Sulit untuk
mempercayai dirinya sendiri yang hari ini rela melangkahkan kaki pergi ke mall
hanya demi mengunjungi salah satu gift shop. Sulit pula percaya bahwa ia
sudi memasuki toko dengan interior yang didominasi pink, peach, dengan
sedikit hijau pastel yang terkesan begitu centil di matanya.
Ia benar-benar merasa seperti
sedang berada diantara alam sadar dan mimpi. Benar-benar diantara keduanya.
Bukankah terlihat aneh melihat sales manager perusahaan besar yang
begitu klimis, tegas, dan nampak berwibawa dengan setelan jas formalnya berada dalam
sebuah toko yang menurutnya terlalu cerah ceria?
"Mencari kado seperti apa,
Pak?" suara itu membuyarkan lamunannya.
Dilihatnya perempuan mungil yang
tersenyum lembut dan telah berdiri sejajar dengannya, mengenakan seragam senada
dengan warna interior toko, lengkap dengan bandana berpita polkadot yang
membungkus anak rambutnya sehingga terlihat rapi.
Mendadak ia merasa geli sendiri.
Konyol rasanya jika hari ini ia
harus membuang prinsip dan janjinya jauh-jauh. Bagaimanapun, ia tetap tidak
suka toko boneka, atau gift shop, atau toko aksesoris, atau apalah orang
menyebutnya.
"Saya mau boneka beruang
yang paling besar. Warna pink." pria itu tersenyum. Terpaksa. "ah ya,
sekalian pita dan jepit rambut pink yang itu." lanjutnya seraya menunjuk
aksesoris rambut yang ia maksud.
Cepat-cepat ia menuju kasir.
Ia sedang terburu-buru. Bukan
dikejar waktu, melainkan diburu ketidaknyamanan, selaksa kenangan, juga sedikit
rindu.
***
Risa masih tak percaya akan apa
yang dilihatnya. Suaminya datang dengan senyum tersungging di bibir dan
bungkusan martabak di tangan.
Ia ingat betul, baru lima belas
menit yang lalu ia mengirimkan pesan pada Yofan dan memberitahunya bahwa ia
sedang ngidam martabak langganan mereka. Bagaimana mungkin Yofan bisa datang
lima belas menit kemudian? Bahkan ini masih jam kerja. Risa tak habis pikir.
"This is called the power of
love, honey." Jelas pria itu cengengesan sambil memberikan ciuman
singkatnya di kening sang istri.
"Tapi kan ini masih jam
kerja, mas? Gimana ceritanya kamu bisa keluar kantor di jam-jam begini?"
Perempuan itu masih saja tak habis pikir dengan perilaku suaminya. Ia mengambil
potongan martabak kedua dan melahapnya. Alisnya mengerut demi melihat sang
suami hanya tersenyum menggoda.
"Ah, karena kerjaku bagus,
jadi gampang lah kalau izin pulang mendadak begini." senyum bahagia masih
tertinggal pada wajah pria itu, "lagipula ini kan pertama kalinya kamu
ngidam. Mana tega aku lama-lama bikin kamu nunggu." lanjutnya.
Risa mendadak tersenyum samar.
Ide jahil muncul begitu saja dalam pikirannya.
"Mas, aku tiba-tiba ngidam
pergi ke toko boneka ditemenin sama kamu." perempuan itu mengerutkan alis,
berlagak serius, dan memasang wajah memelas.
Sang suami buru-buru menarik
senyuman dari bibirnya. Wajah riangnya berubah kesal dibarengi dengan gerutuan kecil.
"No! Aku nggak akan pergi ke
toko boneka lah, toko aksesoris lah. Kalau kamu mau, aku antar kamu sekarang
juga. Tapi aku gak akan pernah ikut masuk."
Mendapati perubahan ekspresi pada
suaminya, Risa menahan tawa sebisa mungkin dan berpura-pura serius.
"Jadi kamu ngga bisa nurunin
gengsi demi aku?" wanita itu memasang wajah kian memelas, membuat sang
suami terpaksa menghela napas panjang.
"Nggak demi-demi an Ris. Aku
alergi sama yang begituan. Kamu juga udah tahu dari dulu kan? Aku nggak akan ke
sana sama siapapun, atas permintaan siapapun." gerutuan Yofan semakin
menjadi.
"Ya sudah, nanti kalau anak
kita hobi ngiler, aku ga ikut-ikut ya." canda perempuan itu sambil
menyikut bahu Yofan dengan lembut.
"Ah, itu mah bisa-bisanya
kamu aja. Mana ada ngidam masuk toko boneka sama suami. Tiba-tiba pula."
Risa tertawa cekikikan melihat
Yofan yang masih saja nampak sebal. Begitu serius menanggapi candaannya.
***
Boneka beruang super besar sudah
berada dalam pelukannya. Sedangkan pita dan jepit rambut merah jambu tersimpan
aman dalam saku jasnya.
Pria itu megetuk pintu kamar di
hadapannya dengan sedikit ragu.
"Siapa?" terdengar
suara lirih dari dalam.
Ah, dia belum tidur rupanya,
pikir pria maskulin itu.
"Hai honey, it's me."
Suara langkah terburu-buru
terdengar samar di balik kamar. Gagang pintu diputar dengan cepat dari dalam.
Gemeletuk bunyinya. Bisa ia bayangkan pemilik jemari mungil di balik pintu
sedang tak sabaran ingin segera bertemu.
"Wait, Abi!!!" suaranya
melengking memecah keheningan malam.
Tak lama pintu itu pun terbuka.
Gadis kecil dengan mata bulat dan
manik mata yang pekat segera menghambur keluar, ke pelukan sang ayah.
Matanya berbinar kaget campur
senang saat sang ayah memberikan boneka beruang besar padanya.
"Whoa, thanks Abi. You keep
your promise!" Katanya begitu senang dan bersemangat. Ia mengusap boneka
barunya. Merasakan lembut bulu-bulu di tangannya. Memeluknya gemas kemudian.
Yofan tersenyum simpul sembari
mengusap-usap rambut putri kecilnya. Memandang mata gadis tujuh tahun itu. Ah, mengapa
terlihat sama persis seperti milik Risa?
"Abi sudah penuhi janji beli
boneka dan pita pink. Jadi, besok kamu harus semangat sekolahnya, ya nak?"
Gadis kecil itu menatap Abinya
lekat. Mengangguk antusias.
"Kalau Bunda di sini, pasti
dia sekarang sangat senang, Bi. Abi sangat baik."
Sedetik kemudian, gadis kecil itu
sudah menggelayut manja pada sang ayah.
Yofan hanya tersenyum samar. Ada
pahit di sana.
Tujuh tahun sudah berlalu.
Tujuh
tahun ia mengasuh putrinya seorang diri, dan setelah tujuh tahun, mau tak mau
ia harus membuang gengsinya untuk ke toko boneka. Demi membuat gadis kecilnya
terkejut bahagia dan tak lagi murung karena harus melalui hari pertamanya di Sekolah
Dasar tanpa dukungan seorang Ibu.
Perlahan pikirannya membumbung
tinggi. Hatinya bereaksi, merubah kesal dan gengsi menjadi suatu perasaan yang
lebih dalam lagi. Rindu, begitu kira-kira orang menyebutnya.
Hai Risa, ku yakin engkau juga
sedang berada di dalam kamar ini. Aku yakin engkau sedang memperhatikan kami.
Pasti engkau sedang menertawakanku kan? Ya, kali ini kau menang.
Aku sudah pergi ke toko boneka.
Kamu, berbahagialah di sana.
-----------------
25 Desember 2014 at 03.00 am, when I spent the rest of the night to think about you instead of finishing my thesis. May you have a very sweet dream, Cinderella boy.
cerpennya seru banget ga bisa berhenti baca
ReplyDeleteElever Agency