Assalamualaikum,
Pagi ini saya mendengar kabar
duka dari rekan kerja Bapak saya, sebut saja Pak X. Anak beliau yang sudah
beberapa bulan ini dirawat di rumah sakit telah berpulang. Walau saya tidak
mengenal almarhum, tapi rasanya hati ini ikut sedih.
Saya pernah bertemu dengannya,
sekitar setahun lalu saat kami sama-sama ikut dalam rombongan tour tempat Bapak
bekerja. Ia seorang anak yang tidak banyak bicara, cenderung pendiam malah. Dan
seingat saya, saat itu almarhum dalam keadaan sehat walafiat.
Usianya mungkin baru empat belas
atau lima belas tahun. Terlalu muda untuk dijemput ajal? Saya sempat berpikir demikian,
tapi toh kematian tidak memandang usia, bukan? Takdir itu sudah ditentukan dan
tidak ada seseorang pun di dunia yang bisa mengelak atau menolaknya.
Beberapa bulan lalu, almarhum dikabarkan
terserang penyakit darah, saya tidak tahu betul tepatnya penyakit apa. Setahu
saya, gejala sakitnya adalah sering muntah darah. Setelah sebulan dirawat inap, ia
dinyatakan sembuh dan boleh beraktifitas seperti biasa.
Walau dengan wajah yang masih
pucat, semangatnya bersekolah cukup tinggi. Hal tersebut terbukti ketika salah
seorang guru memanggil orang tuanya ke sekolah, ia terlalu aktif dalam kegiatan
sekolah sampai-sampai sang guru cemas dan ingin membatasi kegiatan anak
didiknya tersebut.
Awalnya saya turut lega mendengar
almarhum sembuh, namun beberapa minggu kemudian, dia terpaksa harus dirawat inap
lagi karena gejala sakit yang lebih parah. Singkatnya, dokter memvonis TBC. Menurut
cerita ibu saya, perawatan yang dilakukan rumah sakit kali ini cukup mengerikan,
memasukkan selang, transfusi darah, terkadang juga membutuhkan alat bantu
pernapasan, dan lain sebagainya.
Diantara kesedihan yang saya rasa,
kisah ini justru membuat saya sejenak merenung dan berpikir. Ada dua hal yang
dapat saya petik dan pelajari dari kisah almarhum. Pertama, pelajaran tentang
kematian, dan yang kedua adalah tentang kesehatan. Yang akan saya bahas dalam
tulisan kali ini adalah yang pertama. Untuk pelajaran kedua, akan saya bahas di
lain kesempatan.
Kematian?
Hmm, kematian memang tidak pernah
memilih kondisi dan status seseorang, mau yang tua atau yang muda, yang kaya
atau yang miskin, yang sakit atau bahkan yang sehat, tidak pernah ada yang bisa
menghindar darinya.
Oleh sebab itu, Imam Al-Ghozali pernah berkata
bahwa yang paling dekat dengan kita adalah kematian karena kematian adalah
sebuah kepastian, sesuai firman Allah dalam surat Ali Imran : 185,
كل نفس ذائقة الموت
“Setiap
yang bernyawa pasti akan mati”
Walaupun kematian itu pasti,
namun tidak ada manusia yang bisa memprediksi secara akurat waktu kematian
seseorang. Yang sehat walafiat bisa secara tiba-tiba terserang penyakit
jantung, kemudian dalam hitungan detik saja sudah tiada. Yang bahagia, bisa
tiba-tiba saja terkena musibah dan berujung pada kematian. Bahkan yang sudah
dinyatakan sembuh total dari penyakit kanker, tiba-tiba kambuh dan dalam
hitungan hari sudah tidak bisa tertolong.
Kematian seperti sebuah kejutan
yang tidak pernah terbayangkan kapan hadirnya, tidak ada yang tahu umur
seseorang, tidak ada yang bisa menjamin apakah seseorang bisa hidup sampai
tahun depan, bulan depan, besok, atau bahkan satu jam lagi. Dan betapa
meruginya kita sebagai umat berakhlak jika kita dipanggil dalam keadaan yang
kotor, dalam keadaan yang tidak siap. Maka sudah semestinya, setiap helaan
napas manusia harus diisi dengan hal-hal yang baik, dengan mengingatNya,
berserah padaNya, dan berjuang di jalanNya.
Kita memang tidak bisa menghindar, namun
setidaknya, sebagai makhluk berakal seharusnya kita bisa mempersiapkan. Menjaga
habluminallah wa habluminannas, memperbaiki ibadah, melakukan hal yang bermanfaat,
serta saling mengingatkan dan membantu dalam kebaikan Insya Allah bisa menjadi
bekal perjalanan setelah kematian.
Manusia memang tidak akan pernah
tahu kapan ajal menjemput. Tapi dalam kondisi bagaimana kita dijemput, itu
adalah sebuah pilihan. Dengan melakukan kebaikan, Allah pasti akan
memudahkan segala urusan kita baik di dunia maupun di akhirat, baik saat ini
atau nanti pada kehidupan setelah kematian.
Terakhir, sebagai penutup tulisan ini, saya
ingin membagi satu hadits untuk dijadikan bahan renungan kita bersama,
Ada tiga perkara yang
mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang
dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah
keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Mohon maaf apabila ada salah
kata, pun jika ada yang tersinggung. Tulisan ini bukan dibuat untuk menggurui
ataupun menasihati karena saya merasa lebih baik, bukan begitu. Alih-alih
memberikan pesan positif untuk orang lain, saya justru sadar bahwa yang paling
pantas untuk selalu diingatkan dengan tulisan ini tak lain adalah diri saya
sendiri. Karena untuk dapat dikategorikan sholeha saja, saya masih sangat jauh.
Terimakasih telah meluangkan
waktu untuk membaca, semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu
No comments:
Post a Comment