Monday, 27 January 2014

Yakin hidup sampai esok?

Assalamualaikum,

Pagi ini saya mendengar kabar duka dari rekan kerja Bapak saya, sebut saja Pak X. Anak beliau yang sudah beberapa bulan ini dirawat di rumah sakit telah berpulang. Walau saya tidak mengenal almarhum, tapi rasanya hati ini ikut sedih.

Saya pernah bertemu dengannya, sekitar setahun lalu saat kami sama-sama ikut dalam rombongan tour tempat Bapak bekerja. Ia seorang anak yang tidak banyak bicara, cenderung pendiam malah. Dan seingat saya, saat itu almarhum dalam keadaan sehat walafiat.

Usianya mungkin baru empat belas atau lima belas tahun. Terlalu muda untuk dijemput ajal? Saya sempat berpikir demikian, tapi toh kematian tidak memandang usia, bukan? Takdir itu sudah ditentukan dan tidak ada seseorang pun di dunia yang bisa mengelak atau menolaknya.

Beberapa bulan lalu, almarhum dikabarkan terserang penyakit darah, saya tidak tahu betul tepatnya penyakit apa. Setahu saya, gejala sakitnya adalah sering muntah darah. Setelah sebulan dirawat inap, ia dinyatakan sembuh dan boleh beraktifitas seperti biasa.

Walau dengan wajah yang masih pucat, semangatnya bersekolah cukup tinggi. Hal tersebut terbukti ketika salah seorang guru memanggil orang tuanya ke sekolah, ia terlalu aktif dalam kegiatan sekolah sampai-sampai sang guru cemas dan ingin membatasi kegiatan anak didiknya tersebut.

Awalnya saya turut lega mendengar almarhum sembuh, namun beberapa minggu kemudian, dia terpaksa harus dirawat inap lagi karena gejala sakit yang lebih parah. Singkatnya, dokter memvonis TBC. Menurut cerita ibu saya, perawatan yang dilakukan rumah sakit kali ini cukup mengerikan, memasukkan selang, transfusi darah, terkadang juga membutuhkan alat bantu pernapasan, dan lain sebagainya.

Diantara kesedihan yang saya rasa, kisah ini justru membuat saya sejenak merenung dan berpikir. Ada dua hal yang dapat saya petik dan pelajari dari kisah almarhum. Pertama, pelajaran tentang kematian, dan yang kedua adalah tentang kesehatan. Yang akan saya bahas dalam tulisan kali ini adalah yang pertama. Untuk pelajaran kedua, akan saya bahas di lain kesempatan.


Kematian?

Hmm, kematian memang tidak pernah memilih kondisi dan status seseorang, mau yang tua atau yang muda, yang kaya atau yang miskin, yang sakit atau bahkan yang sehat, tidak pernah ada yang bisa menghindar darinya.

Oleh sebab itu, Imam Al-Ghozali pernah berkata bahwa yang paling dekat dengan kita adalah kematian karena kematian adalah sebuah kepastian, sesuai firman Allah dalam surat Ali Imran : 185,

كل نفس ذائقة الموت
“Setiap yang bernyawa pasti akan mati”

Walaupun kematian itu pasti, namun tidak ada manusia yang bisa memprediksi secara akurat waktu kematian seseorang. Yang sehat walafiat bisa secara tiba-tiba terserang penyakit jantung, kemudian dalam hitungan detik saja sudah tiada. Yang bahagia, bisa tiba-tiba saja terkena musibah dan berujung pada kematian. Bahkan yang sudah dinyatakan sembuh total dari penyakit kanker, tiba-tiba kambuh dan dalam hitungan hari sudah tidak bisa tertolong.

Kematian seperti sebuah kejutan yang tidak pernah terbayangkan kapan hadirnya, tidak ada yang tahu umur seseorang, tidak ada yang bisa menjamin apakah seseorang bisa hidup sampai tahun depan, bulan depan, besok, atau bahkan satu jam lagi. Dan betapa meruginya kita sebagai umat berakhlak jika kita dipanggil dalam keadaan yang kotor, dalam keadaan yang tidak siap. Maka sudah semestinya, setiap helaan napas manusia harus diisi dengan hal-hal yang baik, dengan mengingatNya, berserah padaNya, dan berjuang di jalanNya.

Kita memang tidak bisa menghindar, namun setidaknya, sebagai makhluk berakal seharusnya kita bisa mempersiapkan. Menjaga habluminallah wa habluminannas, memperbaiki ibadah, melakukan hal yang bermanfaat, serta saling mengingatkan dan membantu dalam kebaikan Insya Allah bisa menjadi bekal perjalanan setelah kematian. 

Manusia memang tidak akan pernah tahu kapan ajal menjemput. Tapi dalam kondisi bagaimana kita dijemput, itu adalah sebuah pilihan. Dengan melakukan kebaikan, Allah pasti akan memudahkan segala urusan kita baik di dunia maupun di akhirat, baik saat ini atau nanti pada kehidupan setelah kematian.

Terakhir, sebagai penutup tulisan ini, saya ingin membagi satu hadits untuk dijadikan bahan renungan kita bersama,

Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mohon maaf apabila ada salah kata, pun jika ada yang tersinggung. Tulisan ini bukan dibuat untuk menggurui ataupun menasihati karena saya merasa lebih baik, bukan begitu. Alih-alih memberikan pesan positif untuk orang lain, saya justru sadar bahwa yang paling pantas untuk selalu diingatkan dengan tulisan ini tak lain adalah diri saya sendiri. Karena untuk dapat dikategorikan sholeha saja, saya masih sangat jauh.

Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca, semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu

No comments:

Post a Comment