Assalamualaikum.
Apa kabar semuanya?
Alhamdulillah setelah sekian lama
ngga ngeblog, akhirnya bisa kembali posting lagi. Tulisan lama sih sebenernya, hasil
galauan di akhir tahun 2014 yang selama ini cuma disimpen di draft dan nggak pede
tiap mau posting. Tapi gara-gara minggu ini terserang virus-merah-jambu (lagi-lagi), akhirnya
saya baca-baca lagi dan ternyata isinya cukup menghibur setidaknya untuk saya sendiri.
***
Di usia dua puluhan, ngomongin
jodoh ternyata bukan lagi hal yang tabu ya? Apalagi di kalangan perempuan yang
masih setuju bahwa usia nikah mereka lebih muda daripada usia nikah laki-laki.
Atau buat perempuan yang ingin menyegerakan menikah. Topik seputar jodoh dan
pernikahan adalah hal yang selalu menarik untuk dibicarakan.
Di usia seperti ini, memang udah
bukan waktunya pacaran ala anak sekolahan yang masih samar-samar arahnya mau
kemana. Setiap keputusan yang diambil seharusnya sudah dipikirkan juga jangka
panjangnya. Mungkin karena itu juga, teman-teman saya justru banyak yang single
di usia dua puluhan. Ada yang memang ingin fokus kuliah atau berkarir dulu. Ada
juga yang memang nggak mau pacaran main-main, maunya diseriusin dan langsung
nikah, tapi belum nemu orang yang tepat, yang ini saya banget.
Tapi sekeras-kerasnya perempuan
menahan diri dan mematuhi prinsip-prinsipnya, semandiri dan sekuat apapun,
pasti ada saatnya dia rindu pada sosok yang bisa melindungi, menyayangi, dan
menjaganya. Kalau rasa rindu itu udah datang, bawaannya pengen cepet-cepet
ketemu jodoh gitu kan? Apalagi buat mereka yang ingin menikah muda, waktu
penantiannya pasti kerasa banget. Dijamin ngga bakal sanggup deh menanti 12
tahun kaya mbak Cinta AADC hehe.
Seringnya bertanya-tanya, kapan
ya orang yang tepat itu datang? Udah berusaha dan berdoa, bahkan memperbaiki
diri, tapi kok belum dipertemukan sama Allah?
Sehari-hari bawaannya nggak
sabar. Penasaran, siapa sih sebenarnya yang namanya tertulis di Lauh Mahfuz dan
disandingkan dengan namaku? Kemudian, karena nggak sabaran, jadi kesel. Dijodohin
sama yang ini, nggak pas di hati. Dideketin sama yang itu, eh PHP doang. Giliran
udah ada yang serius dan cocok, ada aja alasan yang ngga memungkinkan buat menikah. KZL
kan ya?
Yah jujur saja, hal-hal itu based
on true story dalam cerita pencarian cinta sejati si empunya blog. Haha. Tapi
tunggu, di tengah kegundahan hati menanti seorang yang tepat, ada saja hiburan
yang dihadiahkan oleh Allah dengan cara-cara yang indah, yang saat ini ingin
saya bagikan ke teman-teman senasib seperjuangan.
Alkisah, saya memiliki teman masa
kecil, sebut saja Bunga. Mbak Bunga ini sepantaran dengan saya, dan baru saja
menikah. Ketika mendengar kabar pernikahannya, saya bahagia sekaligus iri.
Banyak memang, teman seusia saya yang sudah menemukan jodohnya. Hal itulah yang
kadang bikin saya penasaran kapan giliran saya datang.
Kembali pada si Bunga, ada kisah
mengesankan di balik pernikahannya.
Setahun lalu (2013), saya mendapat kabar
bahwa Bunga bertunangan dengan laki-laki yang sudah lama jadi pacarnya. Di
sini, sepasang pria-wanita yang sudah lamaran/tunangan, bisa dipastikan 90%
akan menikah. Persentase ngawur sih, tapi begitulah biasanya. Ketika dua orang
sudah dalam proses lamaran, artinya kan sudah bukan main-main lagi, kan? Yah walaupun
memang masih ada 10% untuk case-case yang akhirnya batal.
Apakah kemudian Bunga menikah
dengan tunangannya? Ternyata Allah menggariskan lain.
Dia justru menikah dengan
seseorang yang baru dikenalnya selama dua bulan. Iya, baru kenal dua bulan!
Mungkin bagi sebagian akhi-ukhti yang memang memilih ber-ta’aruf, hal ini terkesan biasa
saja, tapi Bunga bukan perempuan yang memilih jalan tersebut. Bagi perempuan
seperti Bunga, saya kira dua bulan adalah waktu yang cukup singkat untuk berkenalan.
Tapi, itu lah jodoh. Tak peduli
waktu.
Dari kisah si Bunga, saya dapat
mengambil pelajaran. Bahwa jodoh itu tidak bisa dikira-kira. Bisa jadi
tiba-tiba dia datang tanpa di duga. Jodoh juga bukan perkara kuantitas waktu
menjalin hubungan dengan seseorang. Yang sekarang punya pasangan, belum tentu
akan menikah duluan dibanding yang single unyu macam saya. Walaupun
sekarang lagi musim ya, pacaran lama kemudian menikah. Hahaha *tawa sinis*.
Jodoh juga bukan perkara usia.
Tak ada yang bisa menjamin seseorang yang lebih tua akan lebih dulu menikah
daripada juniornya.
Menurut saya, jodoh lebih ke arah
kesiapan. Allah akan menghadiahkan satu sama lain jika memang keduanya sudah
sama-sama siap.
Terkadang saya heran dengan diri
saya sendiri. Ingin cepat menikah, tapi ketika suatu kali hati kecil bertanya “apakah
kalau ada yang ngelamar sekarang, kamu siap?” eh saya masih ragu-ragu juga.
Karena menikah itu nggak sesimpel kita bikinin kopi untuk suami setiap pagi.
Bercita-cita ingin masakin suami setiap hari, tapi ngiris bawang aja masih
kesusahan. Harus siap jadi manajer keuangan, tapi lihat baju-baju lucu nan
mahal bawaannya pengen beli. Harus punya jiwa keibuan, tapi gendong anak
tetangga aja masih ngga berani, takut ngejatuhin, takut bikin nangis. Belum
lagi keinginan nyelesaiin kuliah dulu, kerja dulu. Macem-macem lah pokoknya.
Karena beraneka ketidaksiapan itu
lah, barangkali Allah masih belum yakin menitipkan sesosok imam tampan untuk
saya bahagiakan.
Karena itu, saudariku, yang mungkin saat ini
sama seperti saya. Sedang terburu-buru, mulai lelah menunggu dan
penasaran. Percayalah bahwa Allah akan mengirim imam yang tepat di waktu dan
tempat yang tepat. Jika sekarang bukan waktunya, mungkin sekarang Dia masih
memberikan kita waktu untuk berbenah.
Pasti pernah kan, memohon untuk
dijodohkan dengan lelaki yang baik?
Sementara lelaki yang baik adalah
untuk perempuan yang baik dan begitulah sebaliknya. Dan mungkin, saat ini kadar
baik kita belum bisa mengimbangi kadar baik sang imam. Maka Allah memutuskan
untuk menunda dulu pertemuan sakral tersebut. Memberi waktu pada kita untuk berbenah dan mengembangkan
diri terlebih dulu; dalam hal agama, dalam hal akademik, dalam hal sosial, dan
lain-lain. Karena menikah itu nggak cuma mengucap ijab-qabul, lalu selesai.
Menikah juga butuh ilmu agar nantinya kita bisa mengembangkan generasi yang
lebih baik.
Duh Sella, belum juga lulus
kuliah. TA tuh urusin, nikah aja omongannya. Pakai ditambahin
generasi-generasian pula. Umur juga baru segitu.
Ah, ngomongin jodoh dan
pernikahan kan ngga harus pas udah lulus kuliah. Bukan maksud ngebet nikah juga (eh tapi kalau
dikasih cepet ya bersyukur), tapi memang topik ini selalu menarik untuk
dibahas, bahkan menarik untuk dipelajari. Ya kan?
Begitulah catatan hati
kali ini, semoga bisa menjadi obat bagi mereka yang mulai letih menanti. Semoga
bermanfaat khususnya untuk diri saya sendiri agar dapat menjadi pengingat untuk
saya yang sering nggak sabaran ingin mempercepat waktu agar segera bertemu imam masa depan. Semangat menanti dan memperbaiki diri, Sella!
Wassalamualaikum.
Tapi, itu lah jodoh. Tak peduli waktu.
ReplyDeleteInshaAllah.
Ah nemu blog ini serasa curcolan yang sehati, jodoh jodoh kenapa begitu rumit sekaligus menyenangkan
ReplyDeleteseru banget baca postingan kali ini
ReplyDeleteElever Media Indonesia