Assalamualaikum..
Alhamdulillah, akhirnya bisa nyempetin nulis apa yang ingin kutulis dari dulu.
Wanita karir atau ibu rumah tangga?
Sebenarnya, pertanyaan tersebut tidak pernah saya tanyakan pada perempuan lain. Tidak pada teman dekat saya, kakak sepupu saya, atau perempuan manapun. Saya justru sering sekali mengajukan pertanyaan itu pada diri sendiri.
"Jika nanti kau menjadi istri, atau bahkan sudah menjadi ibu, manakah yang akan kau pilih, wanita karir atau ibu rumah tangga?"
Saya yakin, banyak perempuan yang dilema dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Tidak dapat dipungkiri, kita memang tidak sedang hidup di era Kartini, dimana peran perempuan dalam masyarakat masih sangat kecil. Saat ini peran perempuan di masyarakat sudah semakin besar, pendidikan untuk perempuan pun semakin baik, lapangan pekerjaan juga lebih menjamin, dan daya saing perempuan dengan laki-laki semakin tinggi. Hal tersebut lah yang menyebabkan beberapa perempuan lebih memilih menjadi wanita karir daripada ibu rumah tangga.
Saya tidak bilang bahwa menjadi wanita karir adalah sebuah kesalahan. Tidak ada yang salah, memang. Bagi seorang wanita, kedua profesi tersebut adalah sebuah pilihan yang sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, kesalahan yang sering dilakukan wanita adalah melupakan tanggung-jawab utamanya.
Banyak perempuan yang salah kaprah memahami arti emansipasi. Emansipasi wanita disuarakan bukan agar seorang wanita melampaui kodratnya. Ibu Kartini menyuarakan emansipasi untuk pendidikan wanita yang saat itu ia nilai kurang layak jika dibanding pria, bukan untuk menggeser kewajiban utama seorang perempuan dalam keluarga.
Sekali lagi, tidak ada yang salah dalam diri wanita karir. Yang salah itu, ketika ia melupakan tugasnya sebagai seorang istri yang harus taat pada suami, dan seorang ibu yang harus mendidik putra-putrinya dengan penuh kasih.
Bukankah hal itu adalah pekerjaan ibu rumah tangga?