Pages

Wednesday, 24 December 2014

Toko Boneka [Cerpen]

Pria maskulin itu berdiri mematung di depan belasan boneka. Tangannya bertopang dagu. Sulit untuk mempercayai dirinya sendiri yang hari ini rela melangkahkan kaki pergi ke mall hanya demi mengunjungi salah satu gift shop. Sulit pula percaya bahwa ia sudi memasuki toko dengan interior yang didominasi pink, peach, dengan sedikit hijau pastel yang terkesan begitu centil di matanya.

Ia benar-benar merasa seperti sedang berada diantara alam sadar dan mimpi. Benar-benar diantara keduanya. Bukankah terlihat aneh melihat sales manager perusahaan besar yang begitu klimis, tegas, dan nampak berwibawa dengan setelan jas formalnya berada dalam sebuah toko yang menurutnya terlalu cerah ceria?

"Mencari kado seperti apa, Pak?" suara itu membuyarkan lamunannya.

Dilihatnya perempuan mungil yang tersenyum lembut dan telah berdiri sejajar dengannya, mengenakan seragam senada dengan warna interior toko, lengkap dengan bandana berpita polkadot yang membungkus anak rambutnya sehingga terlihat rapi.

Mendadak ia merasa geli sendiri.

Konyol rasanya jika hari ini ia harus membuang prinsip dan janjinya jauh-jauh. Bagaimanapun, ia tetap tidak suka toko boneka, atau gift shop, atau toko aksesoris, atau apalah orang menyebutnya.

"Saya mau boneka beruang yang paling besar. Warna pink." pria itu tersenyum. Terpaksa. "ah ya, sekalian pita dan jepit rambut pink yang itu." lanjutnya seraya menunjuk aksesoris rambut yang ia maksud.

Cepat-cepat ia menuju kasir.
Ia sedang terburu-buru. Bukan dikejar waktu, melainkan diburu ketidaknyamanan, selaksa kenangan, juga sedikit rindu.


***

Risa masih tak percaya akan apa yang dilihatnya. Suaminya datang dengan senyum tersungging di bibir dan bungkusan martabak di tangan.

Ia ingat betul, baru lima belas menit yang lalu ia mengirimkan pesan pada Yofan dan memberitahunya bahwa ia sedang ngidam martabak langganan mereka. Bagaimana mungkin Yofan bisa datang lima belas menit kemudian? Bahkan ini masih jam kerja. Risa tak habis pikir.

"This is called the power of love, honey." Jelas pria itu cengengesan sambil memberikan ciuman singkatnya di kening sang istri.

"Tapi kan ini masih jam kerja, mas? Gimana ceritanya kamu bisa keluar kantor di jam-jam begini?" Perempuan itu masih saja tak habis pikir dengan perilaku suaminya. Ia mengambil potongan martabak kedua dan melahapnya. Alisnya mengerut demi melihat sang suami hanya tersenyum menggoda.

"Ah, karena kerjaku bagus, jadi gampang lah kalau izin pulang mendadak begini." senyum bahagia masih tertinggal pada wajah pria itu, "lagipula ini kan pertama kalinya kamu ngidam. Mana tega aku lama-lama bikin kamu nunggu." lanjutnya.

Risa mendadak tersenyum samar. Ide jahil muncul begitu saja dalam pikirannya.

"Mas, aku tiba-tiba ngidam pergi ke toko boneka ditemenin sama kamu." perempuan itu mengerutkan alis, berlagak serius, dan memasang wajah memelas.

Sang suami buru-buru menarik senyuman dari bibirnya. Wajah riangnya berubah kesal dibarengi dengan gerutuan kecil.

"No! Aku nggak akan pergi ke toko boneka lah, toko aksesoris lah. Kalau kamu mau, aku antar kamu sekarang juga. Tapi aku gak akan pernah ikut masuk."

Mendapati perubahan ekspresi pada suaminya, Risa menahan tawa sebisa mungkin dan berpura-pura serius.

"Jadi kamu ngga bisa nurunin gengsi demi aku?" wanita itu memasang wajah kian memelas, membuat sang suami terpaksa menghela napas panjang.

"Nggak demi-demi an Ris. Aku alergi sama yang begituan. Kamu juga udah tahu dari dulu kan? Aku nggak akan ke sana sama siapapun, atas permintaan siapapun." gerutuan Yofan semakin menjadi.

"Ya sudah, nanti kalau anak kita hobi ngiler, aku ga ikut-ikut ya." canda perempuan itu sambil menyikut bahu Yofan dengan lembut.

"Ah, itu mah bisa-bisanya kamu aja. Mana ada ngidam masuk toko boneka sama suami. Tiba-tiba pula."

Risa tertawa cekikikan melihat Yofan yang masih saja nampak sebal. Begitu serius menanggapi candaannya.

***

Boneka beruang super besar sudah berada dalam pelukannya. Sedangkan pita dan jepit rambut merah jambu tersimpan aman dalam saku jasnya.

Pria itu megetuk pintu kamar di hadapannya dengan sedikit ragu.

"Siapa?" terdengar suara lirih dari dalam.

Ah, dia belum tidur rupanya, pikir pria maskulin itu.

"Hai honey, it's me."

Suara langkah terburu-buru terdengar samar di balik kamar. Gagang pintu diputar dengan cepat dari dalam. Gemeletuk bunyinya. Bisa ia bayangkan pemilik jemari mungil di balik pintu sedang tak sabaran ingin segera bertemu.

"Wait, Abi!!!" suaranya melengking memecah keheningan malam.

Tak lama pintu itu pun terbuka.
Gadis kecil dengan mata bulat dan manik mata yang pekat segera menghambur keluar, ke pelukan sang ayah.

Matanya berbinar kaget campur senang saat sang ayah memberikan boneka beruang besar padanya.

"Whoa, thanks Abi. You keep your promise!" Katanya begitu senang dan bersemangat. Ia mengusap boneka barunya. Merasakan lembut bulu-bulu di tangannya. Memeluknya gemas kemudian.

Yofan tersenyum simpul sembari mengusap-usap rambut putri kecilnya. Memandang mata gadis tujuh tahun itu. Ah, mengapa terlihat sama persis seperti milik Risa?

"Abi sudah penuhi janji beli boneka dan pita pink. Jadi, besok kamu harus semangat sekolahnya, ya nak?"

Gadis kecil itu menatap Abinya lekat. Mengangguk antusias.

"Kalau Bunda di sini, pasti dia sekarang sangat senang, Bi. Abi sangat baik."
Sedetik kemudian, gadis kecil itu sudah menggelayut manja pada sang ayah.

Yofan hanya tersenyum samar. Ada pahit di sana.

Tujuh tahun sudah berlalu.
Tujuh tahun ia mengasuh putrinya seorang diri, dan setelah tujuh tahun, mau tak mau ia harus membuang gengsinya untuk ke toko boneka. Demi membuat gadis kecilnya terkejut bahagia dan tak lagi murung karena harus melalui hari pertamanya di Sekolah Dasar tanpa dukungan seorang Ibu.

Perlahan pikirannya membumbung tinggi. Hatinya bereaksi, merubah kesal dan gengsi menjadi suatu perasaan yang lebih dalam lagi. Rindu, begitu kira-kira orang menyebutnya.

Hai Risa, ku yakin engkau juga sedang berada di dalam kamar ini. Aku yakin engkau sedang memperhatikan kami. Pasti engkau sedang menertawakanku kan? Ya, kali ini kau menang.
Aku sudah pergi ke toko boneka.


Kamu, berbahagialah di sana.


-----------------

25 Desember 2014 at 03.00 am, when I spent the rest of the night to think about you instead of finishing my thesis. May you have a very sweet dream, Cinderella boy.

1 comment: